Senin, 19 Maret 2012

Buat Apa Sih Demo Kenaikan haraga BBM?


Menyikapi kenaikan harga BBM selalu menjadi topic menarik. Pro dan kontra selalu terjadi. Sudah seperti lingkaran kehidupan dimana sebuah lonjakan akan membuat kita merasa tidak nyaman dan memaksa kita melakukan sesuatu sehingga aka nada sebuah perubahan ke yang lebih baik.

Masyarakat bergejolak. BBM naik berarti semua harga akan naik. Kenapa? Sederhana saja, semua butuh penyaluran. Dari bahan pokok hingga barang sekunder. Meningkatnya biaya perjalanan akan meningkatkan harga jual. Seperti efek domino atau bahkan efek bola salju. Walaupun sepertinya kenaikannya hanya berapa ribu saja, namun semakin panjang arus harga, maka akan semakin besar pula biaya arusnya. Mungkin itu juga sebabnya kenapa BBM yang naik, kok beras bisa naik juga padahal kita tidak makan BBM.

Satu sisi menunjukan fakta bahwa cadangan energi Bumi menipis setelah dikeruk manusia selama bertahun-tahun tanpa adanya pembaruan. Kemudian efek dari pengolahan hasil tambang juga banyak yang tidak ramah lingkungan. Efek rumah kaca merupakan dampak yang sangat jelas. Diperlukan penghematan energy, walaupun kita tahu bahwa suatu saat akan habis juga. Tapi setidaknya mampu mengulur waktu sampai ditemukan energy baru sebagai sumber daya.

Ketergantungan manusia akan sumber daya fosil ini masih belum bisa banyak berkurang. BBM masih menjadi darah dalam jantung perekonomian dunia. Belum ada penemuan yang signifikan untuk mengganti ketergantungan ini. Beberapa muncul namun belum bisa diproduksi dan digunakan scara maksimal karena terbentur biaya yang tidak sedikit. Untuk bisa sampai pada tahap ditemukan sumber tenaga yang baru, murah dan efisien perlu waktu yang tidak sedikit. Nah! Waktu ini bisa didapat dengan cara kita menghemat pemakaian BBM.

Manusia, bila sudah memasuki zona nyaman (dalam hal ini kemudahan mendapat BBM) maka akan susah untuk berpindah ke zona yang benar-benar tidak nyaman. Ajakan dan anjuran untuk menghemat pemakain BBM hanya menjadi euphoria trending topic masyarakat biar terkesan up to date  dan gaul! Memang tidak semua, banyak yang melakukan aksi nyata dengan penanaman semilyar pohon, penggunaan kendaraan non-mesin seperti sepeda, dan donor darah..- eh yang terakhir iya nggak ya-. Akan tetapi perubahan segelintir orang ini belum mampu merubah cara hidup ratusan juta rakyat Indonesia. Dan akhirnya pemerintah mau tak mau mengeluarkan kebijakan yang sekaligus mengeluarkan rakyat Indonesia dari zona nyaman yaitu kenaikan BBM.

Dengan kenaikan ini mau tak mau masyarakat akan semaksimal mungkin mengehmat pengeluaran mereka, terutama untuk konsumsi BBM. Selain itu masyarakat akan sebisa mungkin mencari alternative penhematan BBM. Otak manusia akan maksimal ketika sudah kepepet. Harapannya sih memang begitu, tapi fakta lapangan berbeda. Banyak mahasiswa dan kalangan masyarakat berdemo menentang kebijakan kenaikan BBM.

Buat apa sih demo?? Gunanya apa?? Mendingan cari duit lebih banyak, cari alternative lain..

Komentar yang benar juga. Buat apa ada demo? Teriak-teriak dijalan, panas-panas, dan sering bikin macet. Seperti perbuatan tidak berguna.  Tapi coba pertanyaan-pertanyaan itu disampaikan kepada petani, nelayan, atau warga-warga yang di daerah terpencil dimana bahkan toilet satu dipakai untuk 3 kampung? Apakah bisa dibayangkan reaksi mereka? :)

Benar memang kita mesti mencari uang lebih banyak untuk memudahkan kita membeli BBM. Kemana para petani dan nelayan itu harus mencari tambahan uang lagi? Siapa yang akan member mereka lapangan pekerjaan dengan segera dan pendapatan yang lebih dalam waktu dekat? Atau siapa yang akan memodali mereka untuk mendirikan hotel atau showroom mobil? Lantas apakah setelah kita mudah membeli BBM dengan keuangan yang lebih baik masalah terselesaikan? Dengan kemudahan kita membeli BBM, maka kita masuk zona nyaman lagi. Kita akan terdorong untuk menghabiskan BBM dengan mudah lagi. BBM malah akan semakin langka lagi atau malah lebih cepat habis sebelum mendapat sumber energy baru. Solusikah mencari uang lebih banyak mengatasi krisis energy?

                Mencari alternative energy baru. Memang itu tujuannya. Lebih baik mencari cara menemukan energy baru ketimbang demo. Buang-buang waktu! Ada benarnya juga. Lalu apakah sudah ketemu? Atau paling tidak ada yang bisa memastikan kapan itu terjadi? Berapa lama waktu yang dibutuhkan? Apakah para petani, nelayan dan warga pedalaman mampu menunggu hingga alternative tersebut ketemu? Apa para nelayan libur melaut dulu hingga ditemukan sumber energy baru? Ingat, kemudahan yang kita dapat tidak sama dengan mereka.

Tidak mungkin kita membiarkan kaum pinggiran sekarat sedangkan kita sibuk mencari uang lebih banyak agar lebih mudah membeli BBM atau kita mencari alternative baru tanpa memikirkan sisa waktu yang dimiliki kaum pinggiran sampai mereka kritis.

Jadi pada intinya, saya hanya meluruskan demonstrasi itu bukanlah hal yang tidak berguna. Terlepas dari demo itu solusi atau bukan. Mahasiswa berdemo ingin menyuarakan suara dari para petani, nelayan dan warga pedalaman. Mereka adalah kaum intelek yang sangat diharapkan peduli sekitar, bukan hanya lokal namun menusantara. Boleh mereka tinggal ditempat yang nyaman dengan segala fasilitas mudah, tapi sangat perlu mereka memperhatikan kaum-kaum pinggiran. Mereka adalah penerus bangsa. Mereka harus tahu segala sesuatu yang ada di Indonesia.

Ketika mahasiswa menjadi apatis dan tidak peduli dengan lingkungan luas, siapa yang akan menajdi wakil kaum-kaum pinggiran? Apa kita masih berharap belas kasihan pada bobroknya moral pemimpin-pemimpin kita di senayan? Apakah kaum-kaum pinggiran perlu medaki gunung, melewati lembah dan berenang menyebrangi samudra untuk sekedar berteriak akan nasib mereka? Kita mungkin tidak melihat perjuangan mereka karena kita sibuk tinggal di daerah yang penuh fasilitas mall, hiburan-hiburan dan lainnya. Mungkin kiat masih mampu membeli BBM dengan mudah. Tapi bagaimana mereka? Betapa besarnya efek kenaikan BBM beberapa ribu saja bagi mereka.

Ketika setiap kebijakan pemerintah selalu ditanggapi dengan ringan, maka imbasnya pemerintah akan ringan juga dalam membuat segala kebijakan. Jadi saya menganggap demo merupakan salah satu control untuk pemerintah dalam membuat segala kebijakan terutama menyangkut harkat hidup orang banyak. Ingat! Pemerintah adalah pelayan rakyat, bukan sebaliknnya.

Kesimpulannya saya tetap memberi apresiasi kepada mahasiswa yang di tengah kesibukan mereka membangun masa depan masing-masing, mereka masih peduli untuk menyuarakan suara kaum pinggiran walaupun istilahnya mereka kepanasan dan diludahi sendiri. Mari kita berusaha tetap menjaga kaum pinggiran dan mencari alternative bersama. :)



Rabu, 15 Februari 2012

FPI... masalah buat lo???

FPI, Front Pembela Islam. Front ini memang selalu dekat dengan kontroversi. Media massa tidak pernah absen dalam memberitakan kelompok ini. Beberapa jam yang lalu, sempat saya mendiskusikan wacana pembubaran FPI ini bersama Arjuna (ini blognya http://yourtrustedenemy.blogspot.com/2012/02/fpi-pro-atau-kontra.html ) dan Srikandi kampus saya. Berawal dari penolakan FPI oleh Dewan Adat Dayak di Pontianak, seakan menjadi snowball penolakan terhadap FPI tiba-tiba diikuti oleh banyak kelompok di berbagai daerah. Berbagai Pro dan Kontra terus muncul tentang wacana pembubaran kelompok yang dikenal ‘sangar’ ini.

Saya akan mencoba menguraikan masalah ini menurut pandangan kacamata pribadi saya tentang wacana ini (semoga saja jalan pikiran anda tidak semakin ruwet). Oke, dimulai dari nama FPI itu sendiri yang berasal singkatan dari Front Pembela Islam. Front menurut saya adalah garda atau garis depan, dan diikuti embel-embel pembela Islam. Kalau disatuartikan mungkin jadi garda depan dalam pembelaan terhadap Islam. Pembela belum tentu adalah orang itu sendiri. Misalnya saja Superman adalah pembela orang-orang yang lemah, bukan berarti Superman adalah orang lemah juga kan? Seperti halnya dalam ajaran Islam tentang penyebutan ‘kafir’ yang banyak disalahartikan bahwa ‘kafir’ adalah kaum non-Islam. Padahal kafir adalah sebutan bagi orang-orang (termasuk orang-orang yang mengaku beragama Islam) yang tidak melakukan sholat,zakat dan perbuatan tertentu. Kuncinya adalah tidak semua orang yang mengaku menjadi bagian dari suatu hal, maka ia belum tentu merefleksikan suatu hal tersebut. Orang Islam belum tentu sholat, orang Nasrani belum tentu ke Gereja, orang Hindu belum tentu rajin ke Kuil, Orang Budha tidak semuanya Biksu.
 
Kembali kepada nama FPI yang menyandang nama Islam. Walaupun secara harfiah arti dari singkatan mereka adalah garis depan dalam membela, label Islam sudah melekat dan seakan perilaku mereka adalah refleksi dari ajaran Islam. Ini merupakan salah satu kesalahpahaman yang luar biasa.
 
Sepak terjang FPI di jagat Indonesia raya ini memang tak perlu dipertanyakan. Banyak pembubaran, penggrebekan dan penutupan tempat-tempat yang dianggap maksiat, sarang penyakit akhlak, dan lain-lain. Pendekatan represif yang dilakukan tanpa banyak basi-basi dengan langsung ‘tancap gas’ terkadang menimbulkan kerusakan fisik dan korban luka. Banyak yang tidak suka dengan pendekatan mereka. Namun siapa yang berani? Mereka banyak tersebar di Indonesia. Siapa berani mencari masalah dengan mereka?
 
Beberapa hal yang saya kurang setuju adalah pendekatan mereka yang terkesan lebih mengedepankan kekerasan. Dari sisi psikologis, mereka sudah menanamkan doktrin bahwa mereka adalah kelompok yang paling benar. Tindakan mereka sudah sesuai aturan agama dan tidak dapat dipersalahkan. Eksklusivisme diri sendiri inilah yang menyebakan mereka menolak pihak lain diluar kelompoknya.
 
Dalam diri manusia, terdapat kebutuhan dan dorongan untuk berperilaku agresif, menguasai dan mendominasi pihak lain. Dorongan ini sangat manusiawi, dan bahkan dalam ajaran agama juga tertulis manusia selalu memiliki nafsu. Nafsu itu layaknya aliran sungai, jika dibendung terus akan menjadi gelombang besar ketika bendungan jebol. Jika setiap hari mereka terdoktrin untuk berperilaku sesuai ajaran agama (terpaksa atau tidak) –salah satunya menahan nafsu mereka habis-habisan, mereka suatu saat perlu untuk melepaskannya. Mereka sangat taat pada pimpinan mereka. Nah, ketika mereka mendapat kesempatan untuk berperilaku yang dapat menjadi media pelampiasan nafsu mereka, maka perilaku tersebut akan terjadi secara meledak-ledak, lepas kontrol,dan tidak manusiawi walaupun mereka terus-menerus meneriakan nama Tuhan. Terlebih bila pimpinan mereka memberi restu, sang bawahan tanpa segan-segan mengumbar nafsu agresif mereka. Tindakan semakin kalap pun tak terhindarkan. Saya malah melihat hal itu sebagai pelampiasan nafsu mengatas namakan Tuhan dan ajaranNya. Mungkin efek dari perilaku agresif dengan membawa-bawa nama Tuhan dan ajaran agama yang menjadi FPI kurang disenangi.
 
Kemudian berlanjut sampai beberapa tahun. Walaupun banyak ditentang selama beberapa tahun belakangan, toh FPI tetap dengan kepala tegak melawan arus tersebut dan sepak terjangnya masih disegani. Sampai pada suatu saat mereka mengalami penolakan di Pontianak. Seakan mendapat momentum, daerah-daerah lain pun mulai mengikuti. Penolakan terhadap FPI  tiba-tiba menjadi trend massa di berbagai daerah. Seperti halnya FPI yang terus membendung hawa nafsunya dan melepaskan saat ada momentum, masyarakat pun melakukan hal yang sama. Ketika mereka bertahun-tahun membendung kegeraman akan FPI, dan ada satu bagian bendungan bocor, maka bagian lain akan meledak. Seperti efek snowball(efek bola salju), semakin lama semakin besar.
 
FPI yang dulu menjadi kaum minoritas eksklusiv namun merasa dominan, kini menjadi kaum minoritas ketika banyak daerah menyuarakan ‘tidak’ untuk mereka. Dulu mungkin mereka minoritas secara jumlah, namun menjadi dominan karena mereka bersatu, ada FPI terluka di suatu daerah, maka FPI daerah lain akan bergejolak.  Sekarang,ketika banyak daerah menyatukan suara, maka kuantitas menjadikan dominan.
 
Saya lebih senang mengamati masalhnya disini. Sebenarnya belum menjadi masalah ketika belum terjadi, namun potensinya akn saya coba paparkan dengan otak saya yang terbatas. Pertama, dengan kerusuhan saja dan bahasa-bahasa yang provokatif saat unjuk rasa, tentu saja itu sedikit banyak memunculkan gesekan tertentu. Saya menilai hal ini adalah efek snowball yang sangat mungkin muncul lagi di daerah-daerah lain. Bisa juga massa digerakan oleh kelompok yang pernah punya dendam sendiri dengan FPI. Momentum seperti ini akan menguatkan posisi mereka. Secara fisik, unjuk rasa di berbagai tempat juga mengganggu ketertiban umum, menimbulkan kemacetan dan pengrusakan fasilitas-fasilitas umum. Kecuali pedagang minuman yang jeli memanfaatkan situasi untuk menjual minuman kepada pengunjuk rasa yang haus dan kepanasan setelah berteriak-teriak.
 
Masalah kedua menurut saya yang lebih mengerikan adalah potensi bahaya SARA. Momentum seperti ini sangat rentan untuk kaum-kaum tertentu menghujat FPI dan bahkan Islam itu sendiri. Mengapa? Karena FPI telah melekatkan label Islam dalam setiap perbuatan mereka. FPI dan Islam telah menjadi satu di mata masyarakat. Walaupun mungkin banyak ulama dan ustadz yang berdakwah dengan halus, namun FPI melakukan show dengan aksi nyata dan menusantara beritanya.
 
Unjuk rasa menentang FPI selalu di bumbui kalimat-kalimat provokatif dan juga rawan menyentil ranah SARA. Ini bisa digunakan oleh sekelompok oknum yang tidak menyukai Islam untuk melancarkan fitnah dan adu domba. Kalau sudah begini, akan sangat sulit keadilan ditegakan. Bahkan mungkin FPI bisa melawan dengan lebih beringas karena memiliki alasan yang kuat dimana Islam diserang secara nyata.
 
Permasalahan ini tentunya perlu penyelesaian yang tepat. Keadilan benar-benar ditegakan. Kata adil menjadi kunci disini. Masing-masing kelompok (FPI dan Kontra FPI) merasa diri mereka kini adalah minoritas tertindas dan memiliki ranah sensitif masing-masing pula. FPI membawa ranah Islam dan kaum muslim sedang Kontra FPI membawa ranah kedamaian dan masyarakat umum. Masing-masing pihak menganggap pihak lainny adalah musuh.
 
Wacana pembubaran FPI pun mencuat.  Bila sampai FPI benar-benar akan dibubarkan, tentu saja reaksi dari FPI dan yang Pro FPI akan melakukan protes dan unjuk rasa lagi. Menuduh pihak lain bersekongkol dan berniat jahat. Unjuk rasa, ricuh, rusuh dan pengrusakan lagi. Dan saya yakin juga bahwa kelompok seperti FPI akan muncul lagi dengan nama baru dan mengusung misi yang sama. Pembubaran FPI seakan memunculkan dugaan bahwa FPI memang dimusuhi. Pihak FPI juga dapat memandang bahwa tindakan mereka selama ini yang mereka anggap benar mendapat tentangan dari pihak luar yang jahat. Berarti ternyata memang perlu tindakan represif. Mudahnya seperti ini, saya- FPI - kaum minoritas - merasa berbuat benar - perlu dibela - ditentang pihak lain - pihak lain memusuhi saya - mereka salah - berarti saya memang benar - perlu tindakan yang lebih represif. Itulah nalar yang dapat saya sampaikan dengan pikiran saya yang dangkal.
 
Selanjutnya bila FPI dibiarkan, maka gelombang protes juga akan terus mengalir. Seperti halnya FPI, kelompok kontra FPI ini juga menganggap kaumnya adalah kaum minoritas tertindas yang pantas dibela. Apabila tidak, maka ada ketidakadilan yang lalu memunculkan dugaan yang mengarah pada SARA lagi. Jadi menurut saya pembubaran salah satu pihak tidak akan menyelesaikan masalah.
 
Meruntut kebelakang apa yang melatar belakangi berdirinya FPI perlu dibahas secara serius. Secara tidak ada asap tanpa api. Akar permasalahan berdirinya FPI inilah yang bisa menjadi solusi. Menilik apa yang dilakukan FPI, saya melihat mereka banyak menggrebek tempat-tempat maksiat, perjudian, pelacuran, walaupun penyerangan terhadap kelompok lain yang (sekali lagi) mereka anggap melecehkan Islam. Beberapa poin positif yang saya amati adalah, penyakit masyarakat, terutama di Bulan Ramadhan akan berpikir dua kali untuk membuka lapaknya. Saya sangat yakin, berkurangnya tempat-tempat maksiat juga sangat didukung oleh ajaran agama manapun. Masalhnya kan terkadang tindakan itu merembet ke hal-hal lain dan malah terkesan anarkis dan biadab.
 
Lalu dimana masalahnya sekarang?
 
Menjadi pertanyaan adalah, sebenarnya FPI itu melakukan tugas siapa? Siapa yang lebih berkewajiban untuk menjaga masyarakat dari penyakit-penyakit moral masyrakat? Kenapa sampai FPI harus turun tangan dan malah merembet kemana-mana?
 
Aparatur penegak hukum disini memegang kuncinya. Mereka adalah badan penegak hukum yang sangat berkewajiban (karena itu pekerjaan mereka dan mereka dibayar untuk itu). Melihat posisi aparat penegak hukum, mereka berada di wilayah netral. Dalam artian mereka jauh dari SARA. Hal ini dapat memuaskan semua pihak ketika mereka benar-benar menjalankan tugas mereka dengan tegas, jujur, antisuap dan profesional tanpa pandang bulu. Mereka tidak mengusung embel-embel berbau SARA. Semua netral, semua dapat menerima asal benar-benar tanpa pandang bulu dalam menegakan hukum. Sehingga tidak perlu ada kelompok yang merasa terpanggil untuk sukarela melakukan sepakterjang dalam menegakan aksi (yang mereka anggap)  benar dan malah sering kebablasan.
 
Lalu, bagaimana mengatasi FPI yang sudah terlanjur terbentuk? Bagaimana mengatasi masalah yang kontra?
 
Saya rasa untuk mencari jalan keluar yang dapat memuaskan FPI adalah tindakan aparatur hukum yang mengakan hukum dengan baik dan sesuai aturan berlaku tanpa pandang bulu seperti penjelasan di atas. Sedangkan kelompok kontra FPI ini saya rasa juga sudah bias. Mereka mengesampingkan keadilan dalam pemberantasan penyakit masyarakat dan penegakan hukum. Mereka sudah lebih mengarah ke kebencian pada FPI, bukan ke masalah sesungguhnya. Keinginan mereka tetap membubarkan FPI, tak peduli alasannya lagi. 

Menilik lebih dalam, ketidaksukaan kelompok kontra FPI adalah pada tindakan FPI yang sangat agresif terkesan sesuka hati tanpa adanya pihak yang berani bertindak. Oleh karena itu (lagi-lagi) pihak aparatur penegak hukum perlu untuk mencegah tindakan anarkis. Dengan kontrol dan pengawasan yang ketat, namun juga tetap melaksanakan tugas asli mereka sesuai aturan. Bila aparatur penegak hukum melakukan tugasnya dengan benar, maka tak perlu terjadi tindakan anarkis dari kelompok tertentu dan tak perlu ada kelompok yang kontra.

Kamis, 19 Januari 2012

Mahasiswa dan Deret Angka

            Demokrasi adalah ketika suatu kekuasaan terbesar dalam negara dipegang oleh rakyat. Semboyan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat jangan hanya menjadi semboyan ketika para manusia-manusia berdasi sedang berorasi di tengah lapangan. Dielu-elukan oleh kaum yang dibayar 10-15 ribu rupiah dan dikelilingi oleh orang-orang yang siap menampung uang jasa ketika telah terpilih nanti.

           Wakil rakyat. Terdengar sangat mulia bila definisinya adalah orang-orang dari rakyat yang merasakan nasib rakyat dan maju ke depan untuk membela kesejahteraan rakyat.  Namun apa? Rakyat dibodohi secara mentah-mentah. Uang 15 ribu rupiah sudah cukup untuk membeli nasib mereka selama 5 tahun mendatang.
 
           Para wakil atau orang yang setidaknya mengaku sebagai wakil rakyat ternyata bukan berasal dari golongan “rakyat”. Mereka adalah golongan elite yang berusaha menjadi golongan elite dan (mengaku) terhormat di senayan.

           Mereka adalah para pengatur segala kehidupan rakyat. Dari kakus sampai jenis bahan bakar yang harus dikonsumsi rakyat. Bagi mereka mungkin kita hanyalah sederet angka kelahiran, kehidupan dan kematian. Tak peduli dengan seberapa kompleks dan rumit kehidupan yang ada dalam deret itu. Mereka melihat dari atas. Bila perlu deret angka itu dihapus atau dicoret demi kepentingan “rakyat”  yang mereka bela. Dan nantinya akan ada prajurit yang dengan gagah berani mementungi, membakar atau mengubah deret angka itu hinggaj jadi angka yang diinginkan.
 
          Kita sudah melihat aksi dan pintarnya pejabat kita. Ketika hak-hak rakyat ,yang mereka akui sebagai golonga    n yang mereka wakili, dirampas dan dihilangkan. Masih ingat kasus HAM berat di Mesuji, Bima, Aceh dan lain-lain. Bahkan mungkin sudah menjadi langganan di kota-kota besar banyak sengketa lahan yang miris. Ketika sederet angka kumal dihilangkan demi menjadi deret angka Mall, Perumahan, dan Gedung-gedung mewah dari segilintir deret angka berduit.
 
         Kita tahu sudah menjadi tugas penegak hukum untuk menegakan keadilan bagi rakyat yang mereka harusnya lindungi. Tapi apa? Mereka bukan polisi rakyat, mereka menjadi polisi kaum berduit yang mampu membayar mereka. Ketika instansi penegak keadilan seperti Mahkamah Agung menjadi sarang buaya bagi rakyat kecil, KPK yang sekarang telah menjadi macan ompong,  praktis tak ada lagi barisan yang mampu membela rakyat kecil lagi.
 
           Wakil rakyat yang seharusnya mensejahterakan rakyat malah membuat kebijakan yang bertolak belakang, menutup hati dan telinga atas apa yang terjadi dalam masyarakat. Ketika lembaga tertinggi ini malah menyimpang, tak ada yang mampu menghentikan mereka.
 
          Media masa sekarang sudah tidak segarang dulu. Hanya menyiarkan selama beberapa hari saja realitas yang terjadi dan cukup menyentil para panjahat kerah putih di senayan. Selanjutnya mereka lebih senang menyiarkan apa yang terjadi pada artis-artis ibu kota, lebih senang menampilkan sinetron yang semakin membodohkan masyarakat dengan cerita-cerita khayal sampahnya.

          Atau karena media sekarang hanya bertujuan menyiarkan sesuatu yang dapat merusak image petinggi diatas tanpa peduli dengan masyarakat? Dengan tergulingnya image pemerintah, maka pemilik dari media masa ini dengan mudah tampil dan seakan menjadi pahlawan super yang siap merubah nasib bangsa. Yakin? Hah, strategi bagus untuk merebut simpati rakyat dan cara hebat untuk mengulangi lingkaran kesengsaraan rakyat.
 
        Kini tinggal kaum intelektual muda yang bisa diharapkan. Kaum yang idealis dan mampu membuka mata dengan apa yang terjadi. Kaum yang aktif dan bersemangat. Kaum yang mengerti akan ilmu kenegaraan. Kaum yang mengerti mana hak-hak dilindas. Kaum yang mampu bersuara latang atas apa yang terjadi disekitar.
 
         Mahasiswa! Ya! Mahasiswa! Mereka adalah kaum tersebut. Kaum muda intelek dan penuh idealisme. Kaum yang harus peduli dengan sekitar. Secara teknis, mereka adalah kaum yang paling bebas. Bebas dari beban ekonomi dimana mereka belum wajib memberi makan anak istri. Kaum yang paling bebas memiliki jiwa raganya.  Mereka yang bertanggung jawab sepenuhnya ats dirinya.
 
         Ketika para buruh takut akan di PHK ketika mereka berani bersuara, ketika para pedagang memilih menangis ketimbang lapak dagangannya dibakar atau para guru yang memilih hanya bersuara dikelas karena takut keluarga mereka terancam. Mahasiswa satu-satunya kaum paling bebas yang bisa bersuara dan beraksi.
 
          Apakah masih mengharapkan kaum berlencana membela kita? Bukan mementungi kita? Berharap media masa mengurangi sinetron dan infotainment untuk lebih mensorotkan kamera mereka pada realita miris negeri ini? Atau mengharapkan kaum berdasi di senayan mau berbelas kasih berhemat uang rakyat? Mau bekerja lebih keras tanpa toilet seharga 2 M? Mau turun melihat nasib rakyat tanpa mobil mewah, penjagaan ketat dan dialog masyarakat tanpa teks sebelumnya? Atau menghemat 500juta rupiah untuk menghidupi binatang disana?  Hanya mahasiswa yang mampu kita andalkan sebagai ujung tombak para deret angka rakyat di negeri ini.
 
        Mahasiswa mampu bersuara latang dengan darah mudanya. Mampu berunujuk rasa dengan geloranya. Kalau dipikir-pikir, untung bagi mereka apa? Eksis? Kepanasan di jalan, tenggorokan sampai hampir jebol karena bersuara lantang, atau malah jadi  bulan-bulanan kaum berlencana? Tidak ada untung bagi mereka. Mereka hanya peduli dan prihatin dengan deret angka kecil yang mungkin suatu saat dimusnahkan dengan mudah. Hanya itu yang dapat mereka lakukan saat ini. Merek memang belum berkuasa atas suatu hal besar dalam negeri ini. Namun mereka adalah kaum yang paling terbuka matanya akan nasib deret angka kecil negeri ini. Kaum yang paling berani untuk lantang bersuara. Kaum yang siap mati demi membela deret angka kecil ini. Jadi saya rasa bersyukurlah negeri ini masih ada mahasiswa yang rela berdemo . mahasiswa yang mau bersuara dan peduli.
 

Senin, 19 Desember 2011

Pen*s dan Masa Depannnya


Siapa yang tidak tahu internet jaman sekarang? Jutaan web tersedia dari yang kelas pedangan siomay sampai web kelas atas ada tersedia. Dari informasi paling surgawi sampai informa untuk bakul gethuk  juga ada. Tentu keberadaan internet ini tidak bisa dipandang sebelah mata. Orang-orang berlomba memberi informasi yang mereka tahu kepada dunia. Segala kreasi, imajinasi dan karya dipamerkan serta ada yang diperjualbelikan.
Bagi mahasiswa keberadaan internet ini seperti guru serba tahu dan serba baik hati. Segala tugas dan informasi yang mereka butuhkan ada di internet. Kalau istilah kerennya tinggal ctrl+c, ctrl+v, edit lalu print. Wazzza! Tugas terselesaikan dengan hitungan menit. Tidak seperti kuliah jaman batu, dimana kita harus mencari mati-matian sumber-sumber buku yang ejaannya masih jaman PKI.
Kembali ke topik internet kita. Salah satu yang soroti adalah tentang iklan PENIS! Ya! PENIS! Hampir kebanyakan web yang saya kunjungi, entah itu download lagu, materi kuliah atau memang web porno iklannya kebanyakan tentang Perbesar Penis atau Perpanjangan Penis. Suatu hal yang luar biasa ketika penis diumbar dimana-mana.
Mencermati tentang iklan penis, salah satu indikasi dari banyaknya iklan yang bermunculan adalah pemilik iklan tersebut mampu menyewa web untuk daitaruh iklan penis. Berarti pemilik iklannya orang kaya. Atau setidaknya iklannya mampu menarik perhatian banyak konsumen untuk memvermak penisnya.
Dari begitu banyaknya konsumen yang memvermak penisnya, muncul pertanyaan baru. Mengapa begitu banyak orang memvermak penisnya?? Memang ada masalah apa sampai-sampai vermak penis begitu mendunia saat ini?
Beberapa dugaan mulai saya lontarkan. Ketika membicarakan tentang penis, maka kita akan berbicara masalah seksualitas. Ya, karena penis merupakan salah satu alat sex. Apakah seks mulai menjadi trend saat ini? Apakah seks mulai menjadi tolak ukur sebuah hubungan, kehormatan atau harga diri?
Apabila hal ini benar, maka pergeseran moral dan norma agama sudah menuju tepi jurang. Ketika manusia lebih mengutamakan seks dalam kehidupan. Seks menjadi tolak ukur keharmonisan keluarga diatas akhlak, seks menjadi sebuah harga diri ketika remaja berhasil melepaskan keperawanan atau keperjakaannya.
Tidak salah memang bila tujuan dari iklan tersebut membantu pasangan yang resmi dan membutuhkannya karena gangguan organ tersebut. Kita juga tidak dapat melarang hak orang dalam menyalurkan hasratnya. Tiap orang memiliki keunikan sendiri-sendiri.
Kemungkinan kedua adalah bahwa masa depan dari penis itu sendiri terancam. Entah ancaman berupa turunan genetis manusia yang mulai berubah atau pemanasan global saat ini mulaimengancam keberadaan penis. saya tidak tahu hubungan pasti secara medisnya, namun hanya itu yang mampu saya gambarkan atas menjamurnya iklan penis dimana-mana.

Sabtu, 05 November 2011

Me vs Steve Job

Entah mengapa judul tersebut langsung tercetus dikepala. Padahal nantinya tulisan ini tidak membahas tentang steve jobs atau produk apple lainnya. Semua orang tahu bahwa steve merupakan pendiri apple. Semua yang berkaitan dengannya adalah hal luar biasa. Dari mulai cerita kehidupannya, ide-idenya bahkan sampai pidato dan kata-katanya banyak menginspirasi orang banyak. Berbeda dengan saya yang hanya mahasiswa tingkat akhir, memiliki nilai pas-pasan, kantong pas-pasan dan wajah yang pas-pasan pula.
Berawal dari sebuah toko buku yang terkenal, sebut saja itu Gramedia, yang menyediakan berbagai macam buku-buku dengan variasi bidang keilmuan. Buku-buku yang dijual pun bukan buku kelas gorengan. Ya! Yaiyalah karena sebelum terbit buku-buku tersebut diseleksi dulu, jadi tidak asal terbit.
Lanjut ke topik utama dimana saya memasuki rak demi rak mencari buku Tarot. Niatan awal memang mencari buku tersebut walaupun ditutupi alibi ingin mencari buku Metode Penelitian Kuantitatif. Berbekal uang tiga ratus ribu hasil mengemis pada orang tua, saya dengan semangat perjaka 45 mencari buku tarot yang saya cari-cari ternyata stoknya sudah habis.
Bingung karena sudah ada di toko buku gramedia, saya memutuskan untuk meilhat-lihat buku yang mungkin bisa menggugah minat saya untuk membaca.
Luar biasa! Kini banyak orang telah sukses dan mereka membagi cara sukses mereka dengan buku. Banyak cara untuk menjadi sukses. Dari mulai berbisnis, bermain saham, politik, pendidikan dan lain-lainnya. Setiap tujuan sukses sendiri digambarkan dengan gambaran yang menarik hati. Siapa yang tak mau kaya? Siapa yang tak mau bisa berbahagia menjalani rumah tangga? Siapa yang tak mau menjadi orang yang super cerdas?
Mungkin beberapa kalimat tersebut merefleksikan gambaran iming-iming yang ditawarkan bila berhasil membaca buku tersebut sampai habis-dari kata pengantar sampai daftar pustaka, kalau perlu sampai sampul belakangnya juga. Begitu banyak kata-kata bijak, begitu banyak jalan, begitu banyak cara dan trik. Bahkan mungkin kalau dikumpulkan semua kata-kata bijak tersebut mungkin bisa lebih tebal dari pada Al-Qur’an dan Injil yang dicetak berserta artinya.
          Saking banyaknya, tidak jarang pula kata-kata bijak tersebut menganjurkan hal-hal yang bertentangan dengan kata-kata bijak lainnya. Dapat dijumpai pula salah satu jalan untuk sukses tersebut juga bertentangan dan saling merendahkan jalan sukses lainnya.
Saya bingung, kata bijak mana yang harus saya anut ditengah jutaan kata-kata bijak yang dari tokoh dunia, ABG labil yang memposting kata-kata bijaknya di facebook atau twitter atau bahkan supir truk dan angkot yang begitu puitisnya menulis kata-kata mutiara di bak truknya. Bingung, jalan sukses mana yang saya tempuh ditengah ruwetnya peta kesuksesan yang digoreskan pengusaha top, cendekia jenius ubanan atau orang gila berdasi atau orang gila bercawet bekas macam Tony Blank.
Semua jalan, semua kata bijak itu memiliki kebaikan masing-masing. Tapi bukan berarti kebaikan itu bisa digunakan oleh masing-masing orang. Setiap orang pasti punya situasi sendiri-sendiri yang membuat jalan sukses bukan menjadi jalan terang benderang, malah  menjadi jalan buntu atau kata bijak menjadi kata-kata sampah. Misalnya kata bijak ”merokok memyebabkan serangan jantung, impotensi, kantong kering dan gangguan jiwa lainnya” diterapkan pada petani tembakau. Tentu saja hanya menjadi kata konyol.
Kembali lagi pada kebingungan saya di tengah rak-rak buku toko Gramedia. Masih bingung ingin mengambil buku yang mana, kata bijak apa yang akan saya yakini, jalan sukses mana yang akan tempuh. Di satu titik nadir, akhirnya Allah yang sangat menyayangi saya memberikan sedikit pencerahan.
Tiba-tiba muncul mbak-mbak cantik lewat(lumayan pemandangan), serta suara dalam hati "Ambil yang kau mau, lakukan apa yang kau mau". Ya! Kata itu langsung menginspirasi dan memberitahu saya banyak hal. Saya tahu yang saya inginkan dan saya tahu apa yang akan saya lakukan di masa datang.
Saya hanya ingin menikmati hidup saya. Menjadi diri saya sendiri. Tak perlulah meyakini jutaan kata bijak dari jutaan tokoh. Tak perlu saya memposting status di facebook kata mutiara dari steve job, albert Einstein atau ustad cabul. Yang penting saya menyenangi hal itu.
Tak perlu saya mengikuti semua ajakan jalan sukses para bintang. Saya hanya ingin membuat rute hidup saya sendiri. Rute dimana saya bisa membuat peta jalan menuju kemanapun yang saya mau. Rute dimana saya bebas tersenyum, bebas bertingkah, bebas memilih buku mana saja yang ingin saya baca. Yang penting itu ga nyolong, ga haram dan bermanfaat bagi saya.
Saya ingin hidup santai, menikmati hidup dengan keluarga dan teman-teman. Beraktivitas bersama, tertawa bersama dan mungkin kita akan menangis bersama-sama tanpa terlalu banyak aneh. Terserah saya dibilang pemalas, pengecut karena ingin terus di zona nyaman atau apalah petuah bijak yang bertentangan.
Buku apapun, kata bijak apapun, jalan manapun, yang penting saya suka. Tuhan tidak menciptakan  kita untuk menderita. Bebas berkehendak, itulah yang membedakan manusia dengan lainnya. Zona manapun yang ingin diabanin, yang penting saya suka dan mau.
Tuhan mungkin tidak selalu ingin kita jadi yang terbaik, namun yang penting kita melakukan yang terbaik. Dan yang terbaik bagi saya adalah yang saya suka.

Selasa, 10 Mei 2011

Upin dan Ipin Digemari Anak Indonesia. Salahkah??

Sinema anak Upin dan Ipin memiliki banyak penggemar di Indonesia. Upin dan Ipin ini padahal merupakan sinema buatan negeri tetangga yang sering bersitegang dengan Indonesia, Malaysia! Ketegangan dengan Malaysia disebabkan oleh banyak hal, antara lain masalah perbatasan, klaim budaya, dan perang di dunia maya. Namun nampaknya hal itu tidak mempengaruhi  minat terhadap sinema Upin dan Ipin ini. Anak-anak Indonesia sangat menyenangi Upin dan Ipin. Banyak barang-barang yang memasang Upin dan Ipin sebagai gambar atau model, seperti tas, tempat pensil, celengan, gambar di baju dll.
Kesenangan anak bangsa terhadap produk luar (dalam hal ini produk dari bangsa yang dibenci rakyat Indonesia) mengundang dilema. Anak-anak yang diharapkan sebagai penerus bangsa malah senang akan produk negara tetangga. Salahkah anak menyukai Upin dan Ipin?
Berikut beberapa alasan mengapa Upin dan Ipin disukai anak-anak Indonesia:
  1. Upin dan ipin menampilkan kisah anak secara jujur; 
Upin dan Ipin menampilkan kisah anak-anak yang sesungguhnya. Kisah yang mengisahkan anak-anak sesuai masa perkembangannya. Upin dan Ipin tidak melulu menampilkan perilaku yang sangat sopan, sesuai aturan, rajin. Mereka terkadang menampilkan kisah kenakalan anak-anak yang memang sering dialami anak seusianya. Tidak seperti sinema anak Indonesia, dimana tokoh utamanya digambarkan dengan sangat sempurna, anak yang sangat rajin, sabar, suka menasehati yang lain. Sifat seperti ini sudah terlalu sering dan terlalu muluk serta tidak realistis. Sebaik-baiknya anak, ada kalanya mereka melakukan kenakalan dan ini sangat normal terjadi. Inilah yang ada di sinema Upin dan Ipin namun tidak ada di sinema anak Indonesia. Belum lagi dengan kisah percintaan yang selalu ada dan cenderung ditonjolkan dalam sinema anak Indonesia.  Anak belum saatnya mengerti akan hal-hal seperti itu. Dengan dipertontonkan adegan percintaan tersebut, apakah tidak seperti mengajari anak-anak supaya pacaran sejak dini?
  1. Dialeg Melayu yang terdengar lucu;
Dialog dalam sinema Upin dan Ipin menggunakan Bahasa Melayu. Bahasa Melayu mempunyai kemiripan dengan Bahasa Indonesia. Pengucapan Bahasa Melayu yang banyak menggunakan huruf vokal  “e” terdengar lucu. Anak-anak Indonesia merasa Bahasa Melayu tidak terlalu asing sehingga mereka bisa dengan cepat membandingkan dengan Bahasa Indonesia saat terjadi dialog.  Vokal yang terdengar lucu dan kosakata yang tidak terlalu asing membuat dialog Bahasa Melayu Upin dan Ipin lebih enak dinikmati.
  1. Animasi yang lucu;
Animator Upin dan Ipin memang hebat. Berhasil menggambarkan karakter anak dengan lucu. Bintang yang digambarkan memiliki kepala botak, hidung, kaki dan tangan kecil. Bintang tersebut nampak seperti anak balita yang masih lucu-lucunya.
  1. Tidak ada tokoh anak yang jahat/nakal (antagonis);
Semua tokoh anak dalam sinema ini adalah teman-teman sepermainan. Semua melakukan aktivitas  anak-anak, dari mulai bermain dan belajar. Tidak ada kisah dimana ada anak yang berperan sebagai tokoh yang jahat. Anak pada dasarnya masih polos, lebih senang bermain walaupun permainan tersebut kadang  usil. Tapi tetap ditampilkan secara wajar namun menonjolkan sisi keasyikan dari dunia anak. Berbeda dengan sinema anak Indonesia yang sering terdapat tokoh jahat yang selalu berusaha melakukan tindakan tidak baik kepada tokoh utamanya dan adegan perseteruan tokoh . Anak menjadi tidak suka kepada tokoh jahat dan secara tidak langsung mengajari anak untuk membenci anak yang dianggap jahat/nakal, bukannya malah mengajari untuk merangkul anak tersebut untuk menjadi baik. Anak lebih suka melihat kebaikan. Mereka lebih suka melihat kerjasama, keceriaan, kebersamaan dari pada melihat permusuhan.
  1. Latar belakang tempat asri;
Setting tempat sinema Upin dan Ipin berada di sebuah desa yang masih sangat asri. Tidak banyak modernisasi disana. Daerah perkampungan yang enak dilihat mata. Kehidupan yang diperlihatkan menjadi nampak menyenangkan. Tengok setting tempat sinema Anak Indonesia. Beberapa setting tempat  menampakan daerah yang membuat anak tegang, takut, was-was, sedih dan iba seperti misalnya kolong jembatan dan  perumahan kumuh. Lainnya menampakan daerah fantasy island yang mungkin bagi sebagian besar anak tidak mengalami atau bahkan tidak sampai membayangkan. Ada juga setting pedesaan namun itu nampak tidak alami dan dibuat-buat dengan properti film.
  1. Kegiatan yang ditampilkan banyak permainan anak;
Selain menciptakan animasi yang lucu, banyak kegiatannya berupa keseruan bermain saat masih kanak-kanak. Tidak lupa disisipkan permainan anak jaman dahulu sehingga unsur budaya dimasukan secara tersirat dan menarik. Anak-anak secara tidak langsung ikut menikmati permainan yang nampak asyik dimainkan oleh tokoh-tokoh dalam sinema Upin dan Ipin.
  1. Tokoh-tokoh utamanya selalu nampak ceria dan bersemangat;
Jarang sekali terlihat tokoh utama terlihat bersedih. Mereka selalu nampak polos, ceria, dan bersemangat. Tidak ada isak tangis, jerit ketakuta, dan teriakan berontak. Hal ini mensugesti penonton, dalam hal ini anak-anak, untuk merasa ceria dan bersemangat juga. 
 
Anak-anak butuh kesenangan hidup di dunianya secara jujur tanpa ada unsur dewasa lainya. Tidak ada permusuhan, tidak ada drama percintaan, tidak ada tragedi, yang ada hanyalah kesenangan menjadi anak-anak sesungguhnya.  Itulah beberapa alasan yang membuat sinema Upin dan Ipin banyak digemari.
Sekarang bagi orang-orang dewasa, patutkah kita memaksakan anak untuk menikmati tontonan yang tidak mendidik, penuh rekayasa, penipuan, adegan berlebihan, kekerasan dalam layar kaca televisi Indonesia? Anak-anak belum mengerti hal itu. Mereka bosan dan tidak tertarik. Fungsi kognitif mereka belum berkembang. Belum mampu mencerna permasalahan kompleks orang dewasa. Sangatlah kejam bila kita memaksa mereka membuang hak mereka dan memaksa menggantinya dengan tayangan mengerikan di TV.
Mengeluh memang tidak banyak berguna. Secepatnya dibuat tayangan untuk anak-anak yang ditampilkan secara jujur, pas sesuai realita perkembangan dunianya, dan ada unsur edukatif yang diselipkan. Tentu saja tanpa banyak unsur dewasa yang tidak membangun. Menghidupkan kembali tayangan “si Unyil” merupakan salah satu cara terbaik. Melihat acara ini juga menampilkan hal-hal menarik layaknya tayangan Upin dan Ipin. Bahkan si Unyil memiliki memiliki kelebihan berupa setting tempat yang asri namun dibuat dengan tangan. Namun apabila dirasa tidak mengikuti perkembangan jaman, bisa juga menciptakan tokoh yang “Indonesia” namun juga memiliki kelebihan tayangan Upin dan Ipin. Beberapa ide tokoh tersebut salah satunya mungkin “Pandawa Lima”.

Senin, 09 Mei 2011

Komunikasi Kelompok Pendekatan Teori Mc Gregor; Action & Tujuan

Komunikasi sebenarnya berasal dari Bahasa Inggris communication, yang bersumber dari kata communis yang berarti sama, dalam hal ini sama maknanya, sehingga jika kita mengadakan komunikasi dengan orang lain, berarti kita sedang mengadakan kesamaan makna dengan orang lain yang kita ajak bicara tersebut.
Komunikasi merupakan proses pengiriman lambang yang mengandung arti dari individu yang satu ke individu yang lain atau dari kelompok yang satu ke kelompok yang lain. Pengiriman lambang ini dapat juga terjadi antara individu dengan kelompok. Lambang-lambang yang dipergunakan harus dipahami oleh komunikator maupun komunikan, atau sekurang-kurangnya dianggap dipahami untuk memungkinkan kelanjutan dari kegiatan komunikasi antara pihak yang berkepentingan.
Komunikasi akan mudah berlangsung lebih lanjut antara orang-orang atau kelompok-kelompok yang sependapat atau sekurang-kurangnya sudah mempunyai pendapat yang sama tentang suatu masalah (Anoraga, 1995:230). Adapun proses komunikasi merupakan tahapan-tahapan penyampaian pesan dari pengirim pesan kepada penerima pesan.
Kotler dalam Effendy (2001:18) mengatakan bahwa mengacu pada paradigma Harold Lasswell, terdapat unsur-unsur komunikasi dalam proses komunikasi, yaitu:
1.      Sender adalah komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang
2.      Encoding (penyandian) adalah proses pengalihan pikiran ke dalam bentuk lambang
3.      Message adalah pesan yang merupakan seperangkat lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator
4.      Media adalan saluran komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan
5.      Decoding adalah proses dimana komunikan menetakan makna lambang yang disampaikan komunikator kepadanya
6.      Receiver adalah komunikan yang menerima pesan dari komunikator
7.      Response adalah tanggapan, seperangkat reaksi pada komunikan setelah diterima pesan
8.      Feedback adalah umpan balik, yaitu tanggapan komunikan apabila pesan tersampaikan atau disampaikan kepada komunikator
9.      Noise adalah gangguan yang tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya
Komunikasi kelompok adalah komunikasi yang berlangsung antara beberapa orang dalam suatu kelompok “kecil” seperti dalam rapat, pertemuan, konperensi dan sebagainya (Anwar Arifin, 1984). Michael Burgoon (dalam Wiryanto, 2005) mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui, seperti berbagi informasi, menjaga diri, pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan rencana kerja tertentu umtuk mencapai tujuan kelompok.
Batasan lain mengenai komunikasi kelompok dikemukakan oleh Ronald Adler dan George Rodman. Mereka mengatakan bahwa kelompok atau group merupakan sekumpulan kecil orang yang saling berinteraksi, biasanya tatap muka dalam waktu yang lama guna mencapai tujuan tertentu (a small collection of people who interct with each other, usually face to face, over time order to reach goals).
Ada empat elemen yang tercakup dalam definisi di atas. Menurut pendekatan teori Mc Gregor (1960) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kelompok, terdapat 2 faktor yang menjadi inti dari definisi di atas, yaitu :
1.      Action
a.    Interaksi tatap muka, jumlah partisipan yang terlibat dalam interaksi, maksud atau tujuan yang dikehendaki dan kemampuan anggota untuk dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya.
b.   Terminologi tatap muka (face-toface) mengandung makna bahwa setiap anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar anggota lainnya dan juga harus dapat mengatur umpan balik secara verbal maupun nonverbal dari setiap anggotanya. Batasan ini tidak berlaku atau meniadakan kumpulan individu yang sedang melihat proses pembangunan gedung/bangunan baru. Dengan demikian, makna tatap muka tersebut berkait erat dengan adanya interaksi di antara semua anggota kelompok. Jumlah partisipan dalam komunikasi kelompok berkisar antara 3 sampai 20 orang. Pertimbangannya, jika jumlah partisipan melebihi 20 orang, kurang memungkinkan berlangsungnya suatu interaksi di mana setiap anggota kelompok mampu melihat dan mendengar anggota lainnya. Dan karenannya kurang tepat untuk dikatakan sebagai komunikasi kelompok.
c.    Interaksi dalam komunikasi kelompok merupakan faktor yang penting, karena melalui interaksi inilah, kita dapat melihat perbedaan antara kelompok dengan istilah yang disebut dengan coact. Coact adalah sekumpulan orang yang secara serentak terkait dalam aktivitas yang sama namun tanpa komunikasi satu sama lain. Misalnya, mahasiswa yang hanya secara pasif mendengarkan suatu perkuliahan, secara teknis belum dapat disebut sebagai kelompok. Mereka dapat dikatakan sebagai kelompok apabila sudah mulai mempertukarkan pesan dengan dosen atau rekan mahasiswa yang lain.
Elemen penting yang terdapat dalam interaksi adalah waktu. Sekumpulan orang yang berinteraksi untuk jangka waktu yang singkat, tidak dapat digolongkan sebagai kelompok. Kelompok mempersyaratkan interaksi dalam jangka waktu yang panjang, karena dengan interaksi ini akan dimiliki karakteristik atau ciri yang tidak dipunyai oleh kumpulan yang bersifat sementara.
d.   Ukuran atau jumlah partisipan dalam komunikasi kelompk. Tidak ada ukuran yang pasti mengenai jumlah anggota dalam suatu kelompok. Ada yang memberi batas 3-8 orang, 3-15 orang dan 3-20 orang. Untuk mengatasi perbedaan jumlah anggota tersebut, muncul konsep yang dikenal dengan smallness, yaitu kemampuan setiap anggota kelompok untuk dapat mengenal dan memberi reaksi terhadap anggota kelompok lainnya. Dengan smallness ini, kuantitas tidak dipersoalkan sepanjang setiap anggota mampu mengenal dan memberi rekasi pada anggota lain atau setiap anggota mampu melihat dan mendengar anggota yang lain/seperti yang dikemukakan dalam definisi pertama.
2.      Tujuan/obyektif, dipahami secara jelas dan diterima oleh anggota kelompok
a.    Maksud atau tujuan yang dikehendaki sebagai elemen ini, bermakna bahwa maksud atau tujuan tersebut akan memberikan beberapa tipe identitas kelompok. Kalau tujuan kelompok tersebut adalah berbagi informasi, maka komunikasi yang dilakukan dimaksudkan untuk menanamkan pengetahun (to impart knowledge). Sementara kelompok yang memiliki tujuan pemeliharaan diri (self-maintenance), biasanya memusatkan perhatiannya pada anggota kelompok atau struktur dari kelompok itu sendiri. Tindak komunikasi yang dihasilkan adalah kepuasan kebutuhan pribadi, kepuasan kebutuhan kolektif/kelompok bahkan kelangsungan hidup dari kelompok itu sendiri. Dan apabila tujuan kelompok adalah upaya pemecahan masalah, maka kelompok tersebut biasanya melibatkan beberapa tipe pembuatan keputusan untuk mengurangi kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Tujuan yang mengandung pengertian bahwa keanggotaan dalam suatu kelompok akan membantu individu yang menjadi anggota kelompok tersebut dapat mewujudkan satu atau lebih tujuannya.
b.   Elemen terakhir adalah kemampuan anggota kelompok untuk menumbuhkan karateristik personal anggota lainnya secara akurat. Ini mengandung arti bahwa setiap anggota kelompok secara tidak langsung berhubungan dengan satu sama lain dan maksud/tujuan kelompok telah terdefinisikan dengan jelas, di samping itu identifikasi setiap anggota dengan kelompoknya relatif stabil dan permanen.

MEMAHAMI KOMUNIKASI DALAM KELOMPOK

Tipe Kelompok
Ronald B. Adler dan Goerge Rodman dalam membagi kelompok dalam tiga tipe, yaitu kelompok belajar (learning group), kelompok pertumbuhan (growth group), dan kelompok pemecahan masalah (problem-solving group). Masing-masing tipe kelompok memiliki karakteristik(action) dan tujuan yang berbeda.
1.      Kelompok Belajar (learning group)
Tujuan dari learning group ini adalah meningkatkan pengetahuan atau kemampuan para anggotanya. Satu ciri action yang menonjol dari learning group ini adalah adanya pertukaran informasi dua arah, artinya setiap anggota dalam kelompok belajar adalah kontributor atau penyumbang dan penerima pengetahuan.
2.      Kelompok Petumbuhan (growth group)
Kelompok pertumbuhan lebih memusatkan actionnya kepada permasalah pribadi yang dihadapi para anggotanya. Seluruh tujuan kelompok diarahkan kepada usaha untuk membentuk para anggotanya mengidentifikasi dan mengarahkan mereka untuk peduli dengan persoalan pribadi yang mereka hadapi. Cotohnya kelompok bimbingan perkawinan, kelompok bimbingan psikologi, kelompok terapi.
3.      Kelompok Pemecahan Masalah (problem-solving group)
Orang -orang yang terlibat dalam kelompok pemecahan masalah, bekerja bersama-sama untuk mengatasi persoalan bersama yang mereka hadapi.
Problem solving gorup dalam opersionalsasinya, mlibatkan dua aktivitas penting.
  1. Action: Pengumpulan informasi (gathering information); bagaimana suatu kelompok sebelum membuat suatu keputusan, berusaha mengumpulkan informasi yang penting dan berguna untuk landasan pengambilan keputusan tersebut.
  2. Tujuan: Pembuatan keputusan atau kebijakan itu sendiri yang berdasar pada hasil pengumpulan informasi.

Fungsi Komunikasi Kelompok berdasar Action dan Tujuan
1.      Fungsi hubungan social. Suatu kelompok mampu memelihara dan memantapkan hubungan sosial di antara para anggotanya seperti bagaimana suatu kelompok secara rutin memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk melakukan aktivitas yang informal, santai dan menghibur.
2.      Fungsi Pendidikan. Kelompok secara formal maupun informal bekerja untuk saling bertukarn pengetahun. Fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika setiap anggota kelompk membawa pengetahuan yang berguna bagi kelompoknya. Tanpa pengetahuan baru yang disumbangkan msing-masing anggota, mustahil fungai edukasi ini akan tercapai.
3.      Fungsi persuasi. Seorang anggota kelompok berupaya mempersuasikan anggota lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Seseorang yang terlibat usaha-usaha persuasif dalam suatu kelompok, membawa resiko untuk tidak diterima oleh para anggota lainnya jika usaha-usaha persuasif tersebut terlalu bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok.
4.      Fungsi memecahkan persoalan dan membuat keputusan-keputusan. Pemecahan masalah (problem solving) dilakukan dengan berinteraksi dan bertukar pengetahuan atau pikiran untuk membuat suatu tujuan yang objektif.
5.      Fungsi terapi. Objek/tujuan dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai perubahan personalnhya. Tentunya, individu tersebut harus berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya adalah membantu dirinya sendiri.


DAFTAR PUSTAKA